Penantian Tak Berujung
Oleh
: Edy SS.
Begitu hening saat malam datang, yang
terdengar hanya suara jangkrik di tengah ladang dan teriakan segerumunan kodok
yang berusaha meminta tetesan air dari langit yang mendung. Di tengah ladang
ada sebuah rumah singgah, dindingnya dianyam dari anyaman bamboo dan
berlantaikan dari pilah-pilah bambu pula. Itulah rumah sederhana yang menjadi
payung dalam kesendirianku beberapa bulan terakhir ini.
Kesunyian selalu mendatangiku saat
matahari dengan cepatnya berada beberapa derajat dari arah kiblat, ya, hanya pada
malam hari aku merasakannya. Saat matahari dengan sengatnya memberikan cahaya
bagi dunia. Saat itu, serau mungilku tak dapat menaungi adik-adikku yang datang
menghilangkan kesunyianku saat gelap.
Teriakan, canda tawa serta tangisan yang menjadi sebuah
kebisikan yang tak terelakkan, kadang percekcokan di antara penghuni surau di
siang harinya memberikan kehangatan dan kebahagian tersendiri bagiku.
Kebersamaan itu, membuatku ingin sekali mengambil tali dan mengikat sang surya
di salah satu pohon pisang di samping surauku. Terkadang aku berkata, “ kenapa sang surya ini begitu cepat dan
sekejap saja memberikan kesempatan untuk adik-adikku untuk menemani
kesendirianku, apakah sang surya dengki, atau iri karena aku selalu ditemani
oleh srikandi-srikandi cantik serta arjuna-arjuna gagah perkasa ini.”
Siang hari aku menyombongkan diri dan
membanggakan diriku pada sang surya, namun ketika malam menjemput aku merasakan
seperti apa yang dirasakan oleh matahari dengan kesendiriannya dan jika malam
datang, bulan seakan-akan menyombongkan dirinya padaku dan seakan-akan berkata “kenapa kau menatapku dengan tatapan sinis
seperti itu? Apakah kamu iri padaku?, karena aku memiliki milyaran sahabat yang
akan selalu ada mengelilingiku,,, dimana Adik-adik mu?, dimana kesombonganmu?
serta keangkuhanmu pada sang matahari?!”.
Perkataan itu, selalu
terulang dan terus berulang tiap kali aku menghadapkan wajahku kebulan,
mungkin, ini adalah hukum karma atas perbuatanku pada sang matahari. Aku
terdiam tak bersua, yang kulakukan hanya menatap beribu-ribu bintang tak alami,
yang dapat kulihat dari atas surau setinggi empat meter ini. Disinilah aku
menunggu sang matahari yang merupakan penyinar dan pengahangat dunia dan
kehidupan. Ditempat ini pula ku tunggu dengan penuh harapan akan kedatangan
adik-adikku, penyinar sekaligus penghangat dunia dalam hatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar